CerPen Karya Dinar Kameswara

Dinar 20 Mei 2020 10:15:08 WIB

                                                                                           EKSOTIKA CANDIREJO

Gubrak”,keras suara bongkahan batu besar di deru pabrik memekak telinga. Dua pekerja mengangkat mengiring tetesan keringat. Batu besar itu dipotong tipis sama tipis,rapi ibarat potongan rezeki harapan mereka siang ini. Terik matahari menambah semangat mereka lengkap dengan balutan baju menutup tubuh tanpa celah.

            Ayo!’nanti sore segera kita kirim potongan ini ke Cianjur,truk sudah menunggu dirumah juragan”,seru salah satu pekerja meneriaki temannya. Salah satu pekerja bergegas memindahkan potongan batu ke pangkalan. Salah satunya bernama Wasino,nama jawa secoklat kulitnya. Ia terus mengangkat dan memindahkan potongan batu di sepanjang masa tuanya. Bapak dua anak ini seakan tanpa rasa lelah menekuni pekerjaannya. Pabrik batu disalah satu sudut desa Candirejo ini hanya salah satu pabrik diantara puluhan pabrik di desa ini. batu yang semakin hari semakin menjadi komoditi bagi kemakmuran mereka yang hidup dengan batu.

Wasino siang ini nampak tergesa-gesa. Terbangun manakala jam sudah berdetak tepat pukul 09.00 pagi. Terlalu siang bagi dia, membuat sarapan yang sudah ada di meja luput ia makan, pasti sedih karena telah capek anak gadisnya sejak pagi buta terbangun mengurus rumah. Sang istri tercinta telah tiada puluhan tahun lalu,karena kecelakaan hebat tertimbun batu besar dipertambangan. Kenangan pahit sepahit titian hidupnya. Menghidupi dua anak gadisnya, Tugiyati dan Suwarsi, dua remaja beranjak dewasa diketatnya zaman.

            Kamu kenapa baru berangkat No?”, Tanya joko dikerasnya suara mesin pemotong batu. “Semalam badanku semua sakit,tidak bisa tidur gara-gara kemarin kuselesaikan pesanan batu yang akan dikirim. Badanku ini semakin hari makin menua,tidak kuat lagi harus bekerja sekuat dirimu”,jawab keras Wasino sambil mengencangkan tali ikatan penutup kepalanya. “kalau memang tidak kuat kamu bilang sama bos suruh pindah bagian saja, lebih baik kamu hanya menjalankan mesin saja yang tidak butuh tenaga banyak”, jawaban Joko sambil menepuk punggung Wasino.”alahhh apalagi suruh menjalankan mesin, bisa bisa tangan ini terkena ,sudah samar mata ini melihat”,Ucap Wasino pasrah.

 

            Perbincangan dua pekerja batu alam milik pak Teguh,salah satu juragan batu ini terhenti ketika dari kejauhan anak gadisnya memanggil, “pak, boten didahar wau ,niki kula betake kagem dahar mangke’, mang mriki. Lirih suara jawa krama alus gadis 13 tahun ini. Kalimat santun yang hampir tak lagi ada bagi remaja sekarang ini. Sambil tersenyum,  Wasino menghampiri Suwarsi. Menerima dan bergegas membuka, cocok juga dengan waktu istirahat bagi para  pekerja pabrik batu alam ini.

            “Pak, nanti sore saya sama teman-teman mau main ke curug bangunsari, airnya sedang banyak karena hujan semalam,pasti ramai pengunjungnya,boleh ya pak?,pinta Suwarsi pada bapaknya siang itu. “boleh saja,asal semua baju yang dicuci kakakmu tadi kamu setrika dan baju batik yang bapak pakai kemarin dicuci ya”, pinta bapak sebagai syarat anaknya bermain.  

            Lari sekencang-kencangnya Suwarsi pulang menemui kakak tersayang. Terlintas pandang pemandangan pematang sawah dihiasi pukulan palu besar pemecah batu para penambang. Sekali belok kanan, belok kiri, Suwarsi terus berlari. Pemandangan siang ini memang indah sekali, sungai kecil sambung menyambung dipisah sebuah bangunan megah. Bangunan megah pra sejarah satu lagi kekayaan bumi Candirejo. Batuan candi di tengah ketinggian menembus awan menerka cahaya. Candi Risan namanya, salah satu yang terbesar di kabupaten namun tanpa hak paten untuk terlihat keren.

            Suwarsi pelan larinya,berhenti di tugu perbatasan sambil istirahat sejenak. Di bawah tugu besar pembatas yang mulai banyak menarik orang yang lalu lalang untuk sekedar mendekat pada suatu logo penegas batas. Gapura perbatasan yang baru saja selesai dibangun ini kini menambah indahnya pemandangan siang itu. Air yang bekejar-kejaran di taman lengkap dengan tempat duduk di bawah pohon  rindang menambah pengunjung berlama-lama di tempat yang sengaja dibangun untuk mengangkat citra daerah perbatasan.

bersambung........

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

Link Download

https://web.facebook.com/groups/1697917560469113/files/