Kelanjutan Cerita Rina Yunitasari

Dinar 08 Mei 2020 22:44:16 WIB

SMP pun aku juga ada guru yang benar-benar kuanggap seperti ayahku. Aku selalu diberikan petuah untuk  memperbaiki hidup dan sikap .

“Terus berkarya dan ubahlah  nasib kedua orang tuamu dengan capaian prestasi yang orang lain tak mampu mengiranya!” nasihat Pak Jaka, guru terbaikku di SMP yang masih terngiang sampai sekarang. Pak Jaka adalah sosok seorang guru yang bisa dibilang acuh dengan murid dan sikapnya yang terlihat garang, sehingga susana kelas selalu menegangkan saat pembelajaran dengannya. Dibalik sosok beliau yang garang, Pak Jaka selalu memberikan petuah dan gejolak semangat untuk menempuh pendidikan yang setinggi-tingginya. Itulah yang aku syukuri, aku bisa akrab dan sering ngobrol dengannya.

            Di SMA aku juga memiliki kisah, cerita lebih mengharukan. Pagi yang cerah dan langit yang menawan, kami melaksanakan upacara bendera. Kebetulan bulan ini adalah bulan yang menurutku sangat sibuk dan menguras tenaga dan pikiran selama aku di SMA. Sekolahku akan memperingati hari jadi SMA, yang seperti biasanya mengundang band di puncak acara. Dalam kegiatan tersebut yang menjadi ketua panitia adalah Pak Yoda ( guru Bahasa Inggris). Setiap malam aku selalu koordinasi dengan Pak Yoda karena aku sebagai bendahara kegiatan. Aktivitasku sebagai siswa layaknya terkikis dan tiada waktu untuk belajar. Berawal dari situlah rasa nyamanku terhadap Pak Yoda mulai terbentuk. Selain sifat kocaknya, kebijaksanaan pengambilan keputusan Pak Yoda sangat tepat dan masuk di akal. Itulah sebabnya aku menyebut beliau dengan nama “Bapak” karena sudah kuanggap sebagai ayah keduaku dan  hubungan kami sangat erat, sangat dekat seperti lem dengan prangko.

 “Selamat malam, Pak, ini ada masalah dikeuangan. Menurut Bapak, saya harus bagaimana?” pesanku terhadap bapak via WhatsApp.

Tak lama kemudian Bapak membalas pesanku. Padahal biasanya jam-jam segitu bapak sudah istirahat. Mungkin karena ini sangat penting dan acara sudah mendekati puncak acara, Pak Yoda menyempatkan waktunya untuk membalas pesanku.

            Ketika pelajaran sedang berlangsung tepatnya pukul 10:45 WIB dan sedang pelajaran matematika, guru matematikaku menyindir halus mengenai kegiatan OSIS karena akhir-akhir ini banyak siswa yang izin bahkan bolos untuk menyiapkan kegiatan OSIS.

“Kalian disekolahkan oleh orang tua kalian itu tujuan utamanya belajar, bukan untuk kegiatan-kegiatan lainnya. Organisasi boleh, tapi jangan berlebihan! Tetap harus memikirkan perjuangan orang tua dalam mencari uang demi menyekolahkan kalian” kata Pak Edi selaku Guru Matematika. 

Aku pun menangis tersedu sedan dan aku duduk tepat di depan meja guru dan hanya sendiri. Siapa yang tidak terluka hatinya, jika sudah membicarakan tentang orang tua. Aku merasa tersindir dan memang omongan itu kurasa untuk aku, karena aku sering izin di kelas Pak Edi (Guru Matematika). Tidak lama kemudian terdengar terdapat siswa yang mengetuk pintu kelas.

Tok..tok.tok, dan pintu kelas terbuka. Ternyata yang masuk adalah Aji, ketua OSISku. Dia berjalan menghampiri Pak Edi lalu bersalaman dan memohon izin untuk memanggilku keluar.

“Nah, ini nih adek kelas yang membuat kakak kelasnya sering bolos,” ucap Pak Edi.

Kelas pun yang awalnya tegang mendadak jadi ramai dan gaduh. Aji pun juga tertawa, namun aku yakin dia sangat tersindir dan malu.

Aji pun menjawab dengan nada pelan, “Maaf, Pak, kedatangan saya ke sini mau minta izin bertemu Kak Mercy sebentar”.

Sontak aku langsung menundukkan kepala karena aku malu sudah tersindir dan pokoknya momen yang tidak tepat menurutku.

“Aduh, kenapa sekarang ?” ucapku lirih.

Pak Edi mengizinkan aku untuk keluar. Aku sangat terkejut dan kaget ketika Aji ngomong.

“Kak, aku mau minta uang buat cetak banner” kata Aji

“Loh, kok cetak lagi, buat apa?” tanyaku dengan suara lirih.

“Begini, kak, Banner yang kita pasang di depan itu disobek oleh salah satu guru juga karena ada kesalahan dalam banner tersebut” jawab Aji dengan nada mengeluh dan kepala menunduk.

“Astaga, kenapa hal sepele aja dipermasalahkan?” jawabku kesal. Ada aja masalah yang datang.

Namun, masalah itu dapat terkendali ketika kami rapatkan dengan segenap panitia inti.

Keesokan harinya, nilai hasil Try Out ketiga telah keluar. Dan seperti biasanya hasil ditempel di papan pengumuman. Aku datang pukul 06:30, aku sengaja datang lebih awal karena aku tidak sabar untuk melihat nilaiku. Tiba di sekolah ternyata nilai belum ditempel. Setelah bel masuk tepat, nilai ditempel oleh karyawan Tata Usaha. Kebetulan jam pertama di kelasku penjaskes, jadi kelasku bisa melihat terlebih dahulu. Setelah melihat hasilnya, ternyata nilaiku semakin menurun dari Try Out sebelum-sebelumnya. Aku lari dan rasanya malu dengan diriku sendiri. Hari itu sikapku berubah menjadi murung dan tidak semangat lagi seperti biasanya. Pulang sekolah, aku langsung menuju kamar, ibuku menanyakanku karena tidak biasanya aku pulang langsung tidur. Aku menceritakan tentang nilai Try Out yang kali ketiganya. Ibuku marah dan menegurku untuk berhenti menjadi bendahara dan meninggalkan segala aktivitas organisasi, namun aku tidak mau, karena itu sudah menjadi tanggungjawabku. Aku terus memberontak dan akhirnya ibu bersikap dingin padaku dan tidak berkata apa-apa lagi karena cukup kecewa denganku.

 Ayam jago telah berkokok, niatnya aku tidak ingin berangkat sekolah. Tapi aku memikirkan lagi bagaimana omelan ibuku. Aku bergegas bangun, lalu sholat dan mandi. Aku tidak sarapan dan langsung berangkat ke sekolah. Sampai di kelas aku hanya diam dan menyendiri hingga jam pelajaranpun dimulai. Meskipun di kelas pura-pura mendengarkan guru padahal dalam pikiranku bercabang kemana-mana. Antara nilaiku jeblok, dimarahi ibu dan masalah keuangan OSIS yang masih belum mencukupi target. Sangat kacau saat itu hingga melamun.

Tiga jam pelajaran pertama selesai, dan istirahatpun tiba. Aku bergegas lari ke taman dan acuh kepada teman-teman yang mengajakku ke kantin. Sampai di taman aku menangis karena taman itu sepi dan biasanya tidak dipakai untuk istirahat. Tiba-tiba Pak Yoda lewat dan melihatku.

 “Ada apa Nduk (Nak) ?, kata Pak Yoda sambil menghampiriku.

            “Cerita pada Bapak, ada masalah apa?, setahu Bapak kamu anak yang kuat” ujarnya, duduk sambil menatapku yang terus meneteskan air mata.

bersambung ........

Belum ada komentar atas artikel ini, silakan tuliskan dalam formulir berikut ini

Formulir Penulisan Komentar

Nama
Alamat e-mail
Kode Keamanan
Komentar
 

Pencarian

Komentar Terkini

Media Sosial

FacebookTwitterGoogle PlussYoutubeInstagram

Statistik Kunjungan

Hari ini
Kemarin
Pengunjung

Link Download

https://web.facebook.com/groups/1697917560469113/files/